1. PENGERTIAN HOME SCHOOLING
Istilah home schooling berasal dari bahasa Inggris
yang berarti sekolah rumah. Home schooling dikenal juga dengan nama
homeschooling, home-based education, home education, home-schooling,
unschooling, deschooling, a form of alternative education, sekolah mandiri atau
sekolah rumah. Pengertian umum home schooling adalah model pendidikan dimana
sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya
dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk
bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses
penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai
yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi,
serta metode dan praktek belajar (Sumardiono dalam Simbolon: 2008).
2. SEJARAH HOME SCHOOLING
Menurut John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi
berdirinya home schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan
senang belajar, kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang
membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak,
mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun
1960-an terjadi perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan
sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan
bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada
sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu
yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan
Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua
menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka
menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12
tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi
anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka
(Sumardiono dalam Simbolon, 2008). Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem
sekolah mendapat tanggapan luas, kemudian Holt menerbitkan karyanya yang lain
Instead of Education dan Ways to Help People Do Things Better pada tahun 1976.
Buku ini mendapat sambutan hangat dari para orangtua pendukung home schooling
di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah
untuk pendidikan di rumah yang diberi nama Growing Without Schooling. Serupa
dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan
penting home schooling. Setelah itu, home schooling terus berkembang dengan
berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan home
schooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di
sekolah formal.
3. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LAHIRNYA HOME SCHOOLING
ü KEGAGALAN SEKOLAH FORMAL
Kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan
mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di
Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan home schooling karena
dinilai dapat menghasilkan pendidikan bermutu.
ü SOSOK HOME SCHOOLING TERKENAL
Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil
dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya home
schooling. Misalnya Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, serta tokoh dalam
negeri seperti K.H. Agus Salim dan Ki Hajar Dewantara.
ü TERSEDIANYA SARANA PENDUKUNG
Perkembangan
home schooling ikut dipicu oleh perkembangan sarana dan fasilitas. Fasilitas
itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga
penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial
(taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran,
pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan
audiovisual).
4. KURIKULUM DAN MATERI PEMBELAJARAN HOME SCHOOLING
Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum
yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum nasional. Penelitian
yang dilakukan oleh Dr. Bryan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers
(71%) memilih sendiri materi pembelajaran dan kurikulum dari kurikulum yang
tersedia, kemudian melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak
dan keadaan keluarga. Selain itu, 24% diantaranya menggunakan paket kurikulum
lengkap yang dibeli dari lembaga penyedia kurikulum dan materi ajar. Sekitar 3%
menggunakan materi dari sekolah satelit (partner home schooling) atau program
khusus yang dijalankan oleh sekolah swasta setempat.
5. KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN HOME SCHOOLING
KELEBIHAN
Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas
individual bukan pembelajaran secara klasikal, Memberikan peluang untuk
mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus
terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan
terendah, Terlindungi dari “tawuran”, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang
menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi, Lebih bergaul
dengan orang dewasa sebagai panutan, Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata,
Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga,
Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata
disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu
tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang,
Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial,
Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam
belajarnya.
ü Memberi banyak keleluasaan bagi anak untuk
menikmati proses belajar tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang
terkondisi oleh target kurikulum.
ü Menyediakan pendidikan moral atau
keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
ü Menghindari penyakit sosial yang dianggap
orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja
(bullying), narkoba dan pelecehan.
ü Memberikan keterampilan khusus yang
menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga,
dan sejenisnya.
ü Memberikan kehangatan dan proteksi dalam
pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat.
KEKURANGAN
·
Tidak
adanya suasana kompetitif sehingga anak tidak bisa membandingkan sampai dimana
kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
·
Keterampilan
dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah.
·
Ada
resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan
kepemimpinan.
·
Proteksi
berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan
menyelesaikan situasi dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.
6. DASAR HUKUM HOME
SCHOOLING
Keberadaan home schooling legal di mata hukum
Indonesia. Home schooling termasuk kategori pendidikan informal yang dilakukan
oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Negara
tidak mengatur proses pembelajarannya, tetapi hasil pendidikan informal diakui
sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian
sesuai dengan standar nasional pendidikan. Hal ini termuat dalam Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai pendidikan
informal. Selanjutnya, ketentuan mengenai kesetaraan diatur dalam UU No.
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (6): “Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.”. Siswa yang mengikuti home schooling akan memperoleh ijazah
kesetaraan yang dikeluarkan oleh Depdiknas yaitu Paket A setara SD, Paket B
setara SMP, dan Paket C setara SMU. Ijazah ini dapat digunakan untuk meneruskan
pendidikan sekolah formal yang lebih tinggi.
7. MODEL- MODEL HOME
SCHOOLING
Menurut Depdiknas (Sumardiono, 2006), home schooling
(sekolah rumah) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Sekolah
rumah tunggal, yaitu layanan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua/wali
terhadap seorang anak atau lebih terutama di rumahnya sendiri atau di
tempat-tempat lain yang menyenangkan bagi peserta didik, dan (2) Sekolah rumah
majemuk, yaitu layanan pendidikan yang dilakukan oleh para orang tua/wali
terhadap anak-anak dari suatu lingkungan yang tidak selalu bertalian dalam
keluarga, yang diselenggarakan di beberapa rumah atau di tempat/fasilitas
pendidikan yang ditentukan oleh suatu komunitas pendidikan yang dibentuk atau
dikelola secara lebih teratur dan terstruktur.
8. HOME SCHOOLING DI
INDONESIA
Perkembangan home schooling di Indonesia belum
diketahui secara pasti karena belum ada penelitian khusus tetang asal mula
perkembangannya. Namun, sebenarnya ada beberapa home schooling yang
muncul di sekitar kita salah satunya adalah home schooling kak seto dengan
metode mengajar yang unik school home kak seto mengutamakan kenyamanan
si anak dalam belajar. Di home school kak seto tidak hanya mendidik anak
secara biasa tetapi juga mendidik secara mental dan school home kak seto merupakan
solusi dalam mencari homeschooling berkualitas di indonesia. Tak hanya
di jakarta home schooling kak seto didirikan home school kak seto juga
ada di cirebon dan bandung Dengan metode pengajaran yang tepat menjadikan homeschooling
kak seto merupakan pilihan yang terbaik para pencari homeschooling di
jakarta maupun di bandung atau corebon. Dengan metode dari kak seto yang
membimbing mental anak kak seto juga memberikan metode untuk pengajaran
yang baik sesuai umur sang anak. Homeschooling kak seto merupakan
pilihan yang baik bagi orang tua yang ingin memberikan home schooling bagi
anaknya. Jika dilihat dari konsep home schooling sebagai pembelajaran yang
tidak berlangsung di pendidikan formal, ternyata home schooling telah
dipraktekkan oleh beberapa tokoh seperti K.H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara,
dan Buya Hamka. K.H.Agus Salim memilih untuk mendidik anak-anaknya sendiri di
rumah sehingga mereka tidak hanya pandai membaca, menulis dan berhitung, tetapi
juga memperdalam keislaman dan menguasai berbagai bahasa asing. Sementara itu,
jika merunut pengertian home schooling ala Amerika Serikat, home schooling di
Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Saat ini, perkembangan home schooling di
Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan
membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan
anak-anaknya.
1. KESIMPULAN
Home schooling dapat dijadikan sebagai
pendidikan alternatif bagi masyarakat yang tidak merasa cocok dengan kurikulum
pendidikan formal seperti kurangnya penekanan pada pendidikan keimanan maupun
materi ajar yang padat serta keinginan untuk meluangkan waktu yang lebih banyak
bersama anaknya. Keberadaan home schooling sebagai pendidikan alternatif di
Indonesia sangat penting mengingat fleksibilitas home schooling yang dapat
dilakukan dimana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja.
Kecenderungan untuk menerapkan sistem
belajar home schooling ini karena rasa ketidakpercayaan kepada sekolah
formal, yang kurikulumnya terus berubah dan memberatkan anak. Sekolah formal
masih banyak menganggap anak sebagai obyek bukan subyek, memasung kreativitas dan
kecerdasan anak, baik dari segi emosi, moral, maupun spiritual, demikian dalam
laporan Tempo, 26 Februari 2006. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa
pendidikan saat ini sepertinya tidak mampu memberikan efek positif terhadap
perbaikan perilaku bangsa, namun ternyata permasalahan tersebut tidak berhenti
disitu saja, Saat ini anak-anak banyak yang terpaksa duduk di bangku sekolah
formal dalam waktu tertentu hanya karena tuntutan kebutuhan, disamping itu
kejenuhan juga banyak dialami oleh anak-anak ketika bersekolah karena tuntutan
jam pelajaran yang cukup melimpah. UNESCO mensyaratkan 800 – 900 jam pelajaran
per tahun untuk Sekolah Dasar, di Indonesia justru memberlakukan 1400 jam
pelajaran per tahun, kondisi ini tentu saja membuat sekolah tidak lagi
menyenangkan dan hanya menjadi sebuah siksaan saja
Hallo kita ada juga nih artikel tentang 'Home Schooling', Silahkan kunjungi dan dibaca. Ini linknya;
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1160/1/10506264.pdf
Thank you.
Semoga bermanfaat.