26 Jun 2013

Materi pelajaran Matematika SMP


MATEMATIKA SMP KELAS VII SEMESTER 1

BAB I. Bilangan
1. Bilangan Bulat + Latihan
2. Bilangan Pecahan + Latihan
3. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB II. Aljabar dan Aritmetika Sosial
1. Operasi Bentuk Aljabar + Latihan
2. Penggunaan Aljabar Dalam Aritmetika Sosial + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB III. Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel
1. Persamaan Linier Satu Variabel + Latihan
2. Pengertian Selang + Latihan
3. Pertidaksamaan Linier Satu Variabel + Latihan
4. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB IV. Perbandingan
1. Pengertian Perbandingan + Latihan
2. Sifat-sifat Perbandingan + Latihan
3. Perbandingan Berangkai + Latihan
4. Perbandingan Senilai + Latihan
5. Perbandingan Terbalik + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2007)
Uji Kompetensi Semester 1

MATEMATIKA SMP KELAS VII SEMESTER 2

BAB I. Himpunan
1. Pengertian Himpunan dan Cara Menyatakan Himpunan + Latihan
2. Himpunan Berhingga dan Himpunan Tak Terhingga + Latihan
3. Himpunan Bagian + Latihan
4. Diagram Vena + Latihan
5. Operasi pada Himpunan + Latihan
6. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB II. Sudut dan Garis
1. Sudut + Latihan
2. Garis + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2007)
BAB III. Segitiga
1. Pengertian Segitiga + Latihan
2. Jenis-jenis Segitiga + Latihan
3. Jumlah Sudut-sudut Segitiga + Latihan
4. Keliling dan Luas Segitiga + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2007)
BAB IV. Segi Empat
1. Persegi Panjang + Latihan
2. Persegi + Latihan
3. Jajaran Genjang + Latihan
4. Belah Ketupat + Latihan
5. Layang -layang + Latihan
6. Trapesium + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2007)
Uji Kompetensi Semester II

MATEMATIKA SMP KELAS VIII SEMESTER 1

BAB I. Faktorisasi Suku Aljabar
1. Pengertian Suku pada Bentuk Aljabar + Latihan
2. Faktorisasi Bentuk Aljabar + Latihan
3. Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar + Latihan
4. Operasi Pecahan Bentuk Aljabar + Latihan
5. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB II. Fungsi
1. Relasi + Latihan
2. Fungsi + Latihan
3. Koresponden Satu-satu + Latihan
4. Melukis Grafik Fungsi + Latihan
5. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2004)
BAB III. Persamaan Garis Lurus
1. Gradien + Latihan
2. Melukis Garis Lurus + Latihan
3. Persamaan Garis Lurus Melalui Satu Titik + Latihan
4. Persamaan Garis Lurus Melalui Dua Titik + Latihan
5. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB IV. Sistem Persamaan Linier
1. Sistem persamaan Linier Dua Variabel + Latihan
2. Sistem Persamaan Linier Tiga Variabel + Latihan
3. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2007)
BAB V. Dalil Pythagoras
1. Kuadrat dan Akar Kuadrat Suatu Bilangan + Latihan
2. Pembuktian Dalil Pytagoras + Latihan
3. Menentukan Jenis Segitiga + Latihan
4. Segitiga Siku-siku Istimewa + Latihan
5. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2007)
Uji Kompetensi Semester I

MATEMATIKA SMP KELAS VIII SEMESTER 2

BAB I. Garis-garis Istimewa pada Segitiga
1. Proyeksi + Latihan
2. Panjang Proyeksi pada Segitiga + Latihan
3. Garis Tinggi Suatu Segitiga + Latihan
4. Dalil Stewart dan Garis Berat Suatu Segiitiga + Latihan
5. Garis Bagi Suatu Segitiga + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1989-2004)
BAB II. Lingkaran
1. Unsur-unsur Lingkaran
2. Luas Keliling dan Lingkaran + Latihan
3. Panjang Busur dan Luas Juring Lingkaran + Latihan
4. Sudut Pusat dan Sudut Keliling + Latihan
5. Segiempat Tali Busur + Latihan
6. Lingkaran pada Segitiga + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1987-2006)
BAB III. Garis Singgung Lingkaran
1. Garis Singgung Persekutuan + Latihan
2. Panjang Garis Singgung dan Layang-layang Garis Singgung + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1991-2007)
BAB IV. Bangun Ruang Sisi Datar
1. Kubus + Latihan
2. Prisma + Latihan
3. Limas + Latihan
4. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
Uji Kompetensi Semester II

MATEMATIKA SMP KELAS IX SEMESTER 1

BAB I. Kesebangunan
1. Pengertian Kesebangunan
2. Segitiga-segitiga yang Sebangun + Latihan
3. Segitiga yang Sama dan Sebangun + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB II. Bangun Ruang Sisi Lengkung
1. Bola + Latihan
2. Kerucut + Latihan
3. Tabung + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB III. Statistika
1. Statistika dan Statistik
2. Ukuran Pemusatan Data + Latihan
3. Quartil dan Jangkauan Data Tunggal + Latihan
4. Penyajian Data + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB IV. Peluang
1. Aturan Perkalian + Latihan
2. Peluang Suatu Kejadian + Latihan
3. Kejadian Majemuk + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-1999 & 2006)
BAB V. Pangkat Tak Sebenarnya
1. Bilangan Berpangkat + Latihan
2. Mengubah Bentuk Akar Menjadi Bentuk Berpangkat + Latihan
3. Kesekawanan Bentuk Akar + Latihan
4. Merasionalkan Penyebut Pecahan Bentuk Akar + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 2006)
Uji Kompetensi Semester I

MATEMATIKA SMP KELAS IX SEMESTER 2

BAB I. Logaritma
1. Logaritma suatu Bilangan + Latihan
2. Sifat-sifat Logaritma + Latihan
3. Persamaan Logaritma + Latihan
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2006)
BAB II. Barisan dan Deret
1. Barisan dan Deret Aritmatika + Latihan
2. Barisan dan Deret Geometri + Latihan
3. Barisan dan Deret Bilangan Khusus
4. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2007)
BAB III. Persamaan dan Fungsi Kuadrat
1. Persamaan Kuadrat + Latihan
2. Fungsi Kuadrat + Latihan
3. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2006)
BAB V. Trigonometri
1. Perbandingan Trigonometri Sudut Lancip + Latihan
2. Perbandingan Trigonometri Sudut Di berbagai Kuadrat + Latihan
3. Perbandingan Trigonometri Menggunakan Tabel
4. Perbandingan Trigonometri Menggunakan Kalkulator
5. Soal-soal Kontekstual
Uji Kompetensi
Soal-soal yang keluar pada UN ( 1986-2005)
Uji Kompetensi Semester II

Baca Selengkapnya ...

Seni Mendidik Buah Hati


Dewasa ini, banyak orangtua yang salah kaprah di dalam mendidik anak-anaknya

SECARA umum, seluruh orangtua pasti meminginginkan buah hatinya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Siapa pun dia, sebagai orangtua pasti mengharapkan hal tersebut. Seorang pejudi,  tentu tidak akan suka ketika ia mengetahui anaknya menjadi penjudi. Seorang pencuri, sangat tidak mungkin memiliki cita-cita, agar anaknya menjadi pelanjut  perilaku buruknya, begitu pula terhadap kasus-kasus yang lain.

Islam memandang anak itu sebagai asset masa depan, yang akan penyuplai  pahala bagi orangtuanya. Dan itu  akan terwujud, apa bila orangtua sukses menghantarkan mereka menjadi pribadi-pribadi yang shaleh dan shalehah, yang senantiasa mentaati Allah dan Rosul-Nya. Rosulullah bersabda, “Ketika anak adam meninggal, maka terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga perkara; shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh, yang senantiasa mendoakan orangtuanya," (Al-Hadits).

Untuk melangkah ke sana, maka peran orangtua dalam mendidik anaknya semasa dini sangat berperan penting bagi pertumbuhan karakter mereka. Ingat, orangtua adalah guru pertama setiap bani adam, sebelum mereka menempuh bangku sekolah. Karenanya, pada masa ini sangat penting mengarahkan mereka menjadi sosok yang berkepribadian muslim sejati.

Namun sayangnya, khususnya dewasa ini, yang lebih dikenal dengan gaya hidup yang konsumtif lagi hidonis, banyak orangtua yang salah kaprah di dalam mendidik anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka memperlakukan anak-anak mereka bak raja yang selalu dituruti kemauannya, tanpa mempertimbangkan tanpa mempertimbangkan nilai positif dan negatif.

Ada lagi di antara mereka yang disibukkan dengan urusan bisnis –yang katanya- demi masa depan anak-anak. Baby sitter dijadikan wakil mereka di dalam membangun karakter anak, padahal, belum lah tentu, pengasuh bayi tersebut akan mengarahkan anak-anak sesuai dengan apa yang kita inginkan (berbudi mulia). Maka jangan salahkan siapa-siapa, bila kemudian hari para orangtua memetik buah yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena pola pendidikan yang mereka (orangtua) terapkan sendiri.

Tengoklah di sekitar kita, betapa banyak anak orang kaya, pejabat, yang terjerumus dalam dunia gelap, diskotik, narkotika, dan lain sebagainya, karena mempraktekkan pola pendidikan yang demikian.

Sebagai orangtua, tentulah hatinya akan miris melihat kenyataan demikian. Sebelum hal tersebut terjadi pada keluarga kita, atau untuk menyetop itu semua, maka, sebagai orangtua, mari kembali kita perhatikan pendidikan anak-anak kita lebih intens, dan tentunya sesuai dengan tuntunan yang telah dicontohkan oleh Rosulullah, sebagai suri tauladan kita dalam segala hal.Dan di bawah ini beberapa seni islami, yang yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dalam membimbing anak-anak beliau, sahabat-sahabat beliau, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang mulia, yang berakhlakul karimah, sekelas Ali bin Abi Thalib, dan putri beliau sendiri, Fathimah:

1. Memberi Teladan

Memberi teladan yang baik kepada anak, merupakan suatu keharusan bagi orangtua yang ingin anaknya tumbuh sebagai orang yang berperilakuan baik. Sebab, bagaimanapun juga, sebagai anak, tentu mereka akan bercermin kepada tingkah laku orangtuanya di dalam bertindak. Jangan sampai, larangan yang kita berikan secara verbal, justru bertolak belakang dengan perbuatan kita. hal ini lah –terkadang-  yang menyebabkan turunnya wibawah orangtua di mata anak. “ayah/ibu sendiri kayak gitu”. Bantahan-bantahan seperti ini menunjukkan akan adanya degradasi martabat orangtua di mata anak. Hal ini akan terjadi ketika orangtua tidak mampu memberikan teladan terhadap apa yang ia ucapkan sendiri.

Ingat ada pepatah yang mengatakan, “kalaamul haali afshahu min kalaamil lisaani”, ucapan dengan tindakan, itu lebih fasih (mengena) dari pada dengan lisan. Rosulullah sendiri, banyak mendidik sahabat-sahabatnya, istri-istri, anak-anaknya, dengan memberi teladan, tanpa harus mengeluarkan kata. Dan itu bisa kita lihat, pada hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat dengan redaksi, raaitu (aku melihat), sami’tu (aku mendengar). Dan salah satu dari hadits tersebut adalah sebagaimana yang ditriwayatkan oleh ‘Adurrahman bin Abi Bakrah, bahwa ia berkata pada ayahnya, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku mendengar engkau setiap pagi berdo’a: allahumma ‘aafini fii badanii, allahumma ‘aafinii fii sam’ii, allahumma ‘aafinii fii basharii, walaa ilaaha illan anta (ya Allah, sehatkanlah badanku. Ya Allah sehatkanlah penglihatanku, ya Allah sehatkanlah badanku. Tiada Tuhan kecuali Engkau). Yang engkau ulang tiga kali pada pagi hari dan tiga kali pada sore hari”. Ia (ayahnya) menjawab: “sungguh aku telah mendengar Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wasallama, berdo’a dengan kata-kata ini. oleh karena itu, aku senang mengikuti sunnah-sunnahnya. (H.R. Abu Daud)

2. Bercerita

Sungguh sepertiga dari isi Al-Quran itu adalah berisi tentang kisah-kisah nyata orang terdahulu. Dan tidak lain tujuannya, agar supaya umat manusia mengambil pelajaran dari mereka, baik dari golongan yang mulia, ataupun dari mereka yang dimurkai. Simaklah firman Allah, “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi mereka yang memiliki akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat. Akan tetapi, membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya yang menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (Yunus: 111).

Selain memberi tauladan, menceritakan kisah-kisah orang shaleh, sukses, dermawan, dll, merupakan seni mendidik yang sangat baik bagi pertumbuhan karakter mulia pada diri anak-anak. Nasehat yang kita berikan dengan pola demikian, akan lebih mudah bagi mereka untuk mencernanya. Cara mendidik model ini, pun telah dipraktekkan oleh Rosulullah dalam membina ummatnya. Sebab itu, orangtua dituntut untuk memiliki segudang kisah-kisah dan mampu mengemasnya dengan baik. Hadits yang menjelaskan tentang dimasukkannya seorang pelacur ke dalam surga karena menyelamatkan seekor anjing yang kehausan adalah di antara buktinya.

3. Menyertai Bermain

Di tengah kehidupan yang menjadikan harta sebagai setandar kebahagiaan seperti saat ini, tak jarang orangtua lebih memilih untuk meningggalkan anaknya, demi meniti karer, atau bisnisnya. Apapun alasan yang mendasari keputusan mereka tersebut, tentu tidak serta merta dibenarkan. Anak memiliki hak untuk ditemani berjengkrama. Jangan sampai, karena alasan bisnis, orangtuanya membiarkan anaknya tergilas moralnya, karekternya oleh lingkungan sekitar, baik itu teman mainnya, ataupun tontonan yang ia lihat dari layar kaca.

Kasus video yang memperlihatkan seorang bocah asal Malang yang berinisial S.A.S, yang tengah menyeruput kopi dan rokok, serta ‘disempurnakan’ dengan omelan-omelan cabulnya beberapa waktu lalu, setidaknya bisa dijadikan pelajaran, betapa turut-sertanya orangtua dalam setiap kegiatan mereka, sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian yang shaleh/shalehah.

Perhatikan penuturan Abu Sufyan berikut ini mengenai urgensi orangtua dalam menyertai anaknya bermain. Dari Abi Sufyan, ia berkata: Saya datang ke rumah mu’awiyah ketika ia bersandar, sedangkan punggung dan dadanya digelayuti seorang anak laki-laki atau anak perempuan. Saya berkata: “singkirkanlah anak ini dari dirimu, wahai amirul mukminin!” ia menjawab: “saya mendengar Rosulullah pernah bersabda: ‘barang siapa yang memiliki anak kecil, hendaklah ikut bermain-main dengannya.” (H.R. Ibnu Asakir).

4. Menciptakan Kondisi Untuk Berbuat Baik


Ada pepatah yang mengatakan, “belajar di waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu.”. secara tersirat, pribahasa ini memeberi tahu kita, bahwa mengarahkan anak yang masih berusia dini untuk menjadi sosok yang berakhlakul karimah, itu relatif lebih mudah, ketimbang mereka yang sudah ‘kadar luarsa’. Sebab itu, orangtua harus mampu menciptakan kondisi agar anak tertarik untuk berbuat baik.

Sebagai contoh, ketika orangtua tekun beribadah, berakhlakul karimah, membantu yang lemah, maka secara tidak langsung, mereka telah menciptakan suatu kondisi yang positif untuk anak-anak mereka, agar melaksanakan apa-apa yang mereka (orangtua) kerjakan. Hal inilah yang dituntunkan oleh Rosulullah kepada para sahabatnya. Sabda beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rosulullah saw bersabda, “bantulah anak-anakmu untuk dapat berbakti (kepada orangtuanya) bagi siapa yang ingin anak-anaknya tidak durhaka ke pada mereka (orangtua) (HR. Thabrani).

5. Menanamkan Kebiasaan Baik

Suatu hari, Abdullah bin Mas’ud sedang berkumpul-kumpul dengan sahabat-sahabat senior, yang pernah bersua dengan Rosulullah. Di tengah-tengah pembicaraan mereka, Abdullah bin Mas’ud bertutur tentang bagaimana memperlakukan anak-anak, “biasakanlah mereka dengan perbuatan baik, karena sesungguhnya kebaikan itu dengan membiasakannya”.

Suatu perbuatan, apa bila itu telah menjadi kebiasaan, maka ia akan berubah menjadi karakter bagi si-pelaku. Karenanya, kita harus membiasakan putra-putri kita untuk berbuat baik sedari dini mungkin, sehingga, kebiasaan-kebiasaan positif  yang telah tertanam sejak kecil, benar-benar tertancap pada jiwa mereka, yang kemudian menjelma menjadi karakter pribadian. Akhirnya, jadilah ia sosok yang memiliki jiwa yang luhur, lagi terpuji.

6 Mencontohkan Figur Yang Benar

Seiring dengan derasnya laju perkembangan zaman yang tak terkontrol saat ini, tak jarang membuat anak-anak tertarik untuk mengidolakan sosok yang sebenarnya kurang patut untuk dijadikan idola/figur. Acara-acara di TV, kini juga sedang menggiring mereka untuk memilih para idola yang tolak ukurnya bukan kepada akhlak mereka, namun lebih dipacu kepada mereka yang memiliki ketenaran secara publik, sekalipun akhlak mereka busuk. Hal yang demikian ini, tentu sangat membahayakan bagi kepribadian anak-anak. Kenapa? Sebagai pengidola, tentulah mereka akan melacak segala hal yang berkaitan denga si-idola, bahkan, bukan suatu yang tak mungkin mereka akan meniru apa yang mereka dapatkan, sekalipun hal tersebut sesuatu yang tercela.

Karenanya, sebagai orangtua, sepantasnya memilihkan figur yang baik bagi anak-anak mereka, sehingga tidak salah pilih. Para nabi, sahabat, ulama adalah sosok yang patut diteladani.

Berkaitan dengan hal memilih figur, Syaidina Ali pernah berkata, “Didiklah anak-anak kamu sekalian dengan tiga sifat yang baik, yaitu: cinta kepada Nabimu (Muhammad), cinta kepada anggota keluarganya, dan cinta untuk membaca Al-Quran.” (HR. Thabrani dan Ibnu Najjar)

7. Santun

Tak jarang orangtua karena kesal terhadap perilaku anak-anaknya yang bertentangan dengan apa yang mereka (orangtua) inginkan, bentakanpun akhirnya meluncur pada anak bani adam yang masih polos-polos ini. bahkan, terkadang, tanganpun ikut ‘berbicara’ dengan cara menjewer, mencubit, dan lain sebagainya.

Cukuplah sabda rosulullah di bawah ini, mengajak kita untuk mendidik anak dengan cara santun, sesantun-santun mungkin. Dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulaimi, ia berkata: ketika aku shalat bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang dari kaum itu bersin, lalu aku berkata: ‘Yarhamukallah!’ (semoga Allah menghormatimu’) orang-orang pun melemparkan pandangannya kepadaku. Akupun berkata: ‘sialan ibu! Mengapa kalian memandangku? Mu’awiyah berkata: ‘lalu mereka memukulkan tangan mereka pada pahanya, yang kami duga mereka menyuruh diam, maka akupun diam. Tatkala Nabi selesai shalat, demi ayah dan ibuku, aku belum pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudahnya yang teramat baik pengajarannya, kecuali Nabi saw. Demi Allah, beliau tidak pernah merendahkan aku, dan mencelaku, namun beliau bersabda: “Sesungguhnya shalat itu tidak patut dicampur dengan omongan manusia. Tidak lain sholat itu melainkan bertasbih, bertakbir, dan membaca Al-Quran atau kata yang serupa itu.”(HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dll.)

8. Memberi Dorongan dan Peringatan.

Cinta seorang muslim terhadap anaknya, bukanlah cita yang buta, akan tetapi, justru kecintaannya tersebut mampu menghantarkan keduanya lebih kenal dan cinta kepada Allah. inilah cinta hakiki seorang ayah/ibu yang taat beragama kepada anaknya. Sebab itu, mereka senantiasa memberi dorongan kepada anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan menegurnya ketika lalai, ataupun sebagainya.

Selaras denga hal ini, ada sebuah riwayat yang menyatakan, dari Watsilah bin Asqa’, sesungguhnya Rosulullah saw, menemui Utsman bin Mazh’un yang sedang bersama salah seorang anak kecilnya yang laki-laki dan anak tersebut diciumnya. Nabi saw. Bertanya kepadanya: “Apakah ini anak laki-lakimu?” ia menjawa “ya” kembali Nabi bertanya “Engkau mencintainya wahai Utsman?’ ia berkata “ demi Allah wahai Rosulullah, saya mencintainya” Nabi bersabda “maukah engkau aku tunjukkan agar engkau lebih mencintai dia?” ia berkata” baiklah, ya Rosulullah” Nabi bersabda “barang siapa yang membuat senang hati anak kecil dari keturunannya hingga dia menjadi senang, maka Allah akan menjadikan ia senang pada hari kiamat sampai orangtua itu senang.” (HR. Ibnu Asakir).

Demikianlah di antara seni dalam mendidik anak, agar mereka tumbuh sebgai Qurratul ‘ayun (yang menyejukkan hati) karena menyaksikan ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Wallahu ‘alam bia-shawab. [Robin Sah/hidayatullah.com


_semoga bermanfaat_ :)
sumber:
http://konsultasisyariah.com/fikih/pernikahan/rumah-tangga/mendidik-anak-dengan-sunnah.html
Baca Selengkapnya ...

Teaching Psychology


PSIKOLOGI MENGAJAR

1.      Definisi mengajar
      Pengertian umum yang dipahami orang terutama mereka yang awam dalam bidang-bidang studi kependidikan, ialah bahwa mengajar itu merupakan penyampaian pengetahuan dan kebudayaan kepada siswa. Dengan demikian, tujuannya pun hanya berkisar sekitar pencapaian penguasaan siswa atas sejumlah pengetahuan dan kebudayaan. Dari pengertian semacam ini timbul gambaran bahwa peranan dalam proses pengajaran hanya dipegang oleh guru, sedangkan murid dibiarkan pasif.
      Adapun pengertian mengajar menurut para tokoh, diantaranya yaitu :
Ø  Arifin (1978) mendefinisikan mengajar sebagai “ . . . suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Ø  Tyson dan carol, setelah mempelajari secara seksama sejumlah teori pelajaran, menyimpulkan bahwa mengajar ialah . . . a way working with student . . . a process of interaction . . . the teacher does something to student; the student do something in return. Sehubungan dengan definisi itu, Tyson dan Caroll menetapkan sebuah syarat yakni, apabila interaksi antarpersonal (guru dan siswa) di dalam kelas terjadi baik, maka kegiatan belajar akan terjadi. Sebaliknya jika interaksi guru-siswa buruk, maka kegiatan belajar siswa pun tidak akan terjadi atau mungkin terjadi tetapi tidak sesuai dengan harapan.
Ø  Tadrif mendefinisikan mendefinisiskan secara lebih sederhana tetapi cukup komperehensif dengan menyatakan bahwa mengajar itu pada prinsipnya adalah . . . any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner). Kata the teacher and the learner dalam definisi ini semata-mata hanya sebagai contoh yang mewakili dua individu yang sedang berinteraksi dalam proses pengajaran. Jadi, interaksi antar-individu di luar definisi tadi juga bisa terjadi, mialnya antara orang tua dengan anak atau antara kiai dengan santri.
Ø  Biggs, seorang pakar psikologi kognitif masa kini, membagi konsep mengajar dalam tiga macam pengertian.
a.       Pengertian kuantitatif (yang menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan)
      Artinya, mengajar berarti the transmission of knowledge. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyiapkan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Di luar itu, kalau prilaku belajar siswa tidak memadai atau gagal mencapai hasil yang diharapkan, maka kesalahan ditimpakan kepada siswa. Jadi, kegagalan dianggap semata-mata karena siswa sendiri yang kurang kemampuan, kurang motivasi, atau kurang persiapan.
b.      Pengertian institusional (yang menyangkut kelembagaan atau sekolah)
Mengajar berarti . . . the efficient orchestration of teaching skills. Dalam pengertian ini guru dituntun untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam siswa yang berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhannya
c.       Pengertian kualitatif (yang menyangkut mutu hasil yang ideal)
Mengajar berarti the facilitation of learning. Dalam hal ini, guru tidak menjejalkan pengetahuan kepada murid , tetapi melibatkannya dalam aktivitas belajar yang efisien dan efektif agar siswa belajar dalam arti membentuk makna dan pemahamannya sendiri. Pengajaran kualitatif ini lebih terpusat pada siswa (student centered), sedangkan pengajaran kuantitatif lebih terpusat pada guru (teacher centered). Dalam pendekatan pengajaran institusional pun sesungguhnya masih mengandung cirri pemusatan pada guru, namun tidak seekstrem pendekatan pengajaran kuantitatif.
Dari bermacam-macam definisi yang telah dijelasakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar itu pada intinya mengarah pada timbulnya prilaku belajar siswa.
2.      Pandangan-pandangan pokok mengenai Mengajar
      Ada dua macam aliran pandangan yang berbeda dalam melihat proses mengajar.
1)      Mengajar sebagai ilmu
            Sebagian ahli memandang mengajar sebagai ilmu. Oleh karenanya, guru merupakan sosok pribadi manusia yang memang sengaja dibangun untuk menjadi tenaga professional yang memiliki profisiensi (berpengetahuan dan berkemampuan tinggi) dalam dunia pendidikan yang berkompeten untuk melakukan tugas mengajar.
Siapa pun, asal memiliki profisiensi dalam bidang ilmu pendidikan akan mampu melakukan perbuatan mengajar dengan baik. Penguasaan seorang guru atas materi pelajaran bidang tugasnya adalah juga penting, tetapi yang lebih penting ialah penguasaannya atas ilmu-ilmu yang berhubungan dengan tugas mengajarnya. Dari uraian di atas, jelas bahwa aliran ini memiliki gagasan yang sama dengan kelompok behaviorisme yaitu  teacher are built not born yang bersumber dari men are built not born.
Aliran yang memandang mengajar sebagai ilmun diilhami oleh teori perkembangan klasik yang disebut empirisme yang dipelopori oleh John Locke (1632-1704). Menurut teori ini pembawaan dan bakat yang diturunkan oleh orangtua tidak berpengaruh apa-apa terhadap pekembangan kehidupan sesorang, sebab pada dasarnya setiap manusia pasti lahir dalam keadaan kosong. Hendak menjadi apa manusia itu kelak setelah dewasa, bergantung pada lingkungan dan pengalamannya, terutama lingkungan dan pengalaman belajarnya. Jadi, seorang anak manusia yang memperoleh peluang yang baik untuk belajar ilmu pendidikan/keguruan, tebtu ia akan menjadi seorang guru yang professional dalam mengajar, bukan menjadi petani walaupun kedua orangtuanya petani sejati.
2)      Mengajar sebagai seni
            Sebagian ahli lainnya memandang bahwa mengajar adalah seni, bukan ilmu. Oleh karenanya, tidak semua orang berilmu (termasuk orang yang berilmu pendidikan) bisa menjadi guru yang piawai dalam hal mengajar. Menurut aliran ini, sesorang hanya dapat mengajar dengan baik semata-mata karena bakat yang dimilikinya. Dengan kata lain, orang itu menjadi guru (yang kompeten dan professional) karena ia telah ditakdirkan lahir sebagai seorang guru.
            Sebagai contoh, terkadang kita saksikan ada seorang guru agama atau bahkan seorang yang terlanjur berpredikat ulama yang sama sekali tidak menarik dan membosankan ketika ia berceramah atau berdiskusi mengenai masalah keagamaan.                             Sementara, ada seorang pengajar madrasah yang hanya berpredikat santri biasa dan tidak pernah mengikuti sekolah keguruan tetapi ternyata berhasil menjadi guru agama yang baik. Hal ini dikarenakan santri itu cukup piawai dalam mentrasfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan keagamaannya kepada murid-muridnya. Setiap mengajar, ia selalu berpenampilan menarik dan selalu berbeda dalam gaya dan cara penyampaian aneka ragam pokok bahasan pelajaran yang menjadi tugasnya. Sehingga, murid-muridnya tidak pernah merasa bosan atau merasa terpaksa mengikuti proses belajar dan mengajar yang dipimpin oleh “guru santri” tersebut.
            Aliran yang menganggap mengajar sebagai seni ini mengacu pada bakat sejak lahir tidak berbeda dengan gagasan teacher are born, not built. Dalam hal ini, orang dapat menjadi guru yang baik atau guru yang buruk bukan karena hasil belajarnya melainkan karena potensi yang ia bawa sejak lahir. Aliran ini menimbulkan anggapan yang ekstrem bahwa profesi mengajar itu tak dapat dipelajari, atau dengan kata lain sia-sia saja orang mempelajari ilmu keguruan kalau ia tak mempunyai bakat. Aliran ini sama dengan aliran nativisme yang dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang telah menimbulkan “pesimisme pedagogis” yang mengesampingkan arti penting upaya pendidikan.
3.      Proses Pengajaran yang efektif
      Proses pembelajaran berlangsung melalui interaksi antara guru dan peserta didik (siswa) dalam situasi pengajaran yang bersifat edukatif. Melalui proses pembelajaran, siswa akan berkembang ke arah pembentukan manusia sebagaimana tersirat dalam tujuan pendidikan. Supaya pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, guru harus mampu mewujudkan proses pembelajaran dalan suasana kondusif. Proses pengajaran yang efektif terbentuk melalui pengajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Berpusat pada siswa
      Dalam keseluruhan kegiatan proses pembelajaran, siswa merupakan subjek utama. Oleh karena itu, dalam proses ini, hendaknya siswa menjadi perhatian utama dari para guru. Semua bentuk aktivitas hendaknya diarahkan untuk membantu perkembangan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran, terletak dalam perwujudan diri siswa sebagai pribadi mandiri, pelajar efektif, dan pekerja produktif.
2.      Interaksi edukatif antara guru dengan siswa
      Dalam proses pembelajaran, hendaknya terjalin hubungan yang bersifat edukatif. Guru tidak hanya sekedar penyampai bahan yang harus dipelajari, tetapi sebagai figure yang dapat merangsang perkembangan pribadi siswa. Interaksi antara guru dengan siswa hendaknya berdasarkan sentuhan-sentuhan psikologis, yaitu adanya saling pemahaman antara guru dengan siswa. Rasa percaya diri dapat ditumbuhkan dengan cara seperti itu.
3.      Suasana demokratis
      Suasana demokratis dalam kelas akan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mewujudkan dan mengembangkan hak dan kewajibannya. Suasana demokatis dapat dikembangkan dalam prose pembelajaran melalui hubungan guru dengan siswa. Dalam suasana demokratis, semua pihak memperoleh penghargaan sesuai dengan potensi dan prestasinya sehingga dapat memupuk rasa percaya diri, dan pada gilirannya dapat berinovasi dan berkreasi sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
4.      Variasi metode mengajar
      Tidak satu pun metode mengajar itu efektif untuk seluruh materi atau bahan pelajaran. Satu metode mungkin cocok untuk bahan tertentu, tetapi tidak cocok untuk bahan yang lain. Oleh sebab itu, guru harus bisa memilih metode yang tepat dan sesuai dengan bahan yang diajarkan. Dengan perkataan lain, menggunakan metode mengajar yang bervariasi. Dengan metode mengajar yang bervariasi, berarti guru tidak mengajar dengan sstu metode saja, tetapi berganti-ganti sesuai dengan tujuan, bahan, situasi, dan lain-lain. Dengan metode yang bervariasi akan menimbulkan rasa senang pada siswa, tidak cepat bosan atau jenuh. Siswa pun akan bersemangat untuk belajar, sehingga memungkinkan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih baik.
5.      Guru professional
      Proses pembelajaran yang efektif, hanya mungkin bisa terwujud apabila dilaksanakan oleh guru professional dan dijiwai semangat profesionalisme yang tinggi. Guru professional adalah guru yang memiliki keahlian yang memadai, rasa tanggung jawab yang tinggi, serta memiliki rasa kebersamaan dengan rekan sejawatnya. Mereka mampu melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai pendidik yang bertanggung jawab mempersiapkan siswa bagi peranannya di masa depan. Dengan jiea profesioanalisme, guru mencintai pekerjaannya dan melaksanakannya dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab.
6.      Bahan yang sesuai dan bermanfaat
      Bahan yang diajarkan guru bersumber dari kurikulum yang telah ditetapkan secara relative baku. Tugas guru adalah mengolah dan mengembangkan bahan pengajaran menjadi sajian yang dapat dicerna oleh siswa secara tepat dan bermakna. Oleh sebab itu, bahan yang diajarkan harus sesuai dengan kemampuan, kondisi siswa dan lingkungannya sehingga memberikan makna dan faedah bagi siswa. Dengan bahan yang dirasakan sesuai dan berfaedah atau bermanfaat, siswa akan melakukan aktifitas pembelajaran dengan lebih bergairah.
7.      Lingkungan yang kondusif
      Keberhasilan proses pembelajaran, sangat ditentukan oleh factor lingkungan. Upaya menciptakan lingkungan kondisif bagi tercapainya tujuan pembelajaran dan pengajaran sangat penting. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang dapat menunjang bagi proses pembelajaran secara efektif.
8.      Sarana belajar yang menunjang
      Proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif apabila ditunjang oleh sarana yang baik. Sarana belajar yang secara langsung terkait dengan proses pembelajaran adalah alat Bantu mengajar. Jenis alat Bantu mengajar sangat beragam dari sederhana hingga yang kompleks. Selain itu, ada sarana lain seperti laboratorium, aula, lapangan olahraga, perpustakaan. Mengingat banyaknya alat Bantu mengajar, maka guru harus memilih jenis alat mana yang benar-benar sesuai dan menunjang kegiatan pengajaran. Untuk menentukan alat mana yang sesuai dan menunjang kegiatan pembelajaran, mestilah melihat tujuan, bahan, metode, dan situasi pengajaran.

Versi inggris:

B.  TEACHING PSYCHOLOGY

1.      The definition of teaching
            Who understood the common sense of people, especially those who lay in the fields of educational studies, is that teaching is the delivery of knowledge and culture to students. Thus, the goal was simply about achieving the mastery of students ranged over a number of knowledge and cultural. From this notion arose that the role of illustration in the teaching process is only held by teachers, while the student is left passive.
The notion of teaching according to the figures, among them are:
·         Arifin (1978) defines teaching as ". . . a series of lesson delivery of materials to students in order to receive, respond to, control, and developing materials that lesson.
·         Tyson and carol (1970), after studying carefully the theory of lessons, concluded that teaching is. . . way working with a student. . . a process of interaction. . . the teacher does something to the student, the student do something in return. In connection with that definition, Tyson and Carroll set a condition, that is if the interpersonal interaction (teacher and student) occurs both in the classroom, then learning will occur. Conversely, if the interaction of teacher-student are bad, then the learning activities of students would not have happened or might happen but not in line with expectations.
·         Tadrif (1989) defines more simple but comprehensive enough to declare that it is principally teaching. . . any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner). Said the teacher and the learner in this definition solely as an example that represents two individuals who are interacting in the teaching process. Thus, the interaction between individuals outside of the definition could also happen, example between parent and child or between scholars with students.
·         Biggs (1991), an expert on contemporary cognitive psychology, dividing the concepts taught in three kinds of understanding.
a.       Quantitative understanding (which involves the amount of knowledge taught)
That is, teaching means the transmission of knowledge.
In this case teachers only need to master the knowledge in the field studies and prepare the students with the best. Beyond that, if students' learning behaviors are inadequate or fail to achieve expected results, then the error imposed on the students. Thus, the failure is considered solely because of his own students who lack skills, lack of motivation, or lack of preparation.
b.      Understanding the institutional (involving institutional or school)
Teaching means.
. . the efficient orchestration of teaching skills. In this sense the teacher is guided to always be ready to adapt various teaching techniques for various students who have difference in talents, abilities and needs
c.       Understanding qualitative (quality of results concerning the ideal)
Teaching means the Facilitation of learning.
In this case, teachers are not cramming knowledge to the students, but engage in learning activities in an efficient and effective so that students learn in the sense of meaning and form his own understanding. This qualitative teaching more centered to the student (student centered), while quantitative teaching more focused on teacher (teacher centered). In the institutional approach to teaching was actually still contain a focus on teacher characteristics, but not extreme quantitative approach to teaching.
From the various definitions that have been explained above, it can be concluded that teaching was essentially lead to the emergence of student learning behavior.
2.   Basic views about teaching
There are two kinds of flow of different views in the view of teaching process.
1)      Teaching as a science
Some experts look at teaching as a science. Therefore, the teacher is the figure of the human person who was deliberately built to be professionals who have proficiency (knowledgeable and highly capable) in the education of competent to perform teaching duties.
Anyone, as long as a proficiency in science education will be able to do anything to teach it well. Mastery of a teacher of the subject matter of their duties is also important, but more important is their mastery of the sciences related to their teaching duties. From the above description, it is clear that this school has the same idea with a group of behaviorism that teacher are built not born who comes from men are built not born.
School which looked at teaching as a science inspired by the classic theory of development is called empiricism pioneered by John Locke (1632-1704). According to this theory, innate and talent which is derived by the parent does not affect anything in development of someone's life, because basically every human being must be born in a state of empty. About to become what it later as an adult human being, depending on the environment and experiences, especially the environment and learning experiences. So a human child who obtained a better opportunity to learn science education / teaching, he would become a professional teacher in teaching, not to be a farmer even though both parents were real farmers.
2)      Teaching as an art
Some other experts view that teaching is an art, not science. Therefore, not all knowledgeable people (including the knowledgeable education) can be an excellent teacher in terms of teaching. According to this school, someone can only teach well simply because the talent they have. In other words, that person becomes a teacher (a competent and professional) because he had been destined as a born teacher.
            For example, sometimes we see there is a teacher of religion or even a cleric who already predicate completely uninteresting and boring when he was lecturing or discussing religious issues. Meanwhile, there was a teacher in madrasah who only predicate scholars and never followed the formal school for teacher training but it did become a good religious teacher. This is because the students were quite versed in the transfer of knowledge, attitudes, and skills of their religion to the students. Every teaching, he is always interesting and always look different in style and delivery ways of a variety the subject of the lessons that was his duties. Thus, his students never feel bored or feel forced to follow the process of learning and teaching led by the "teacher scholars " were.
School which considers the teaching as art refers to a talent since birth did not differ with ideas teacher are born, not built. In this case, people can become a good teacher or bad teacher is not because the results of their study but because of the potential that he carried since birth. This school causes the extreme assumption that the teaching profession can not be learned, or in other words useless people learn science teacher if he does not have the talent. Is equal to the school stream nativism pioneered by Arthur Schopenhauer (1788-1860) that has caused "pedagogical pessimism" that override the importance of educational efforts.
  1. Effective teaching process
Learning process took place through the interaction between teachers and learners (students) in a teaching situation is instructive. Through the learning process, students will develop in the direction of human creation, as implied in the objectives of education. So that learning can take place effectively, teachers must be able to create an atmosphere conducive role in the learning process. The process of effective teaching that have formed through the teaching of the following characteristics:
1)        Student-centered
In the overall activities of the learning process, the student is the main subject. Therefore, in this process, students should become the main concerns of the teachers. All forms of activity should be directed to assist the development of students. The success of the learning process, situated in a private self-realization of students as independent, effective learners, and productive workers.
2)      Educative interactions between teachers and students
           In the process of learning, that our relationships should be instructive. Teachers are not just to deliver the material to be learned, but as a figure who can stimulate personal development of the students. Interaction between teachers and students should be based on psychological touches, namely the existence of mutual understanding between teachers and students. Confidence can be grown that way.
3)    Democratic atmosphere
           Democratic atmosphere in the classroom will provide many opportunities for students to practice to realize and develop the rights and obligations. Democratic atmosphere can be developed in the learning process is through a relationship teacher with  student. In a democratic atmosphere, all parties received an award in accordance with the potential and achievement, so that can foster self-confidence, and in turn can innovate and be creative in accordance with their respective capabilities.
4)      Variation of teaching methods
           None were effective teaching methods for all materials or teaching materials. One method may be suitable for certain materials, but not suitable for other materials. Therefore, teachers must be able to select the method appropriate to the material being taught. In other words, using varied teaching methods. With a variety of teaching methods, means that teachers do not teach with one method, but alternated in accordance with the objectives, materials, situations, and others. With a variety of methods will generate pleasure in students, not quickly get bored or fed up. Students also will be eager to study, making it possible obtain a better learning outcomes.
5)      Teacher professional
 
           Effective learning process, just may be achieved if carried out by professional teachers and imbued by the spirit of professionalism is high. Professional teachers are teachers who have adequate skills, high sense of responsibility, and having a sense of community with colleagues. They were able to perform their functions as educators are responsible to prepare students for their role in the future. With the spirit of professionalism, teacher loved his job and do it with dedication and responsibility.
6)      Appropriate and useful materials
           Material that is taught by the teachers sourced from the curriculum set by the relatively raw. The task of teachers is to prepare and develop teaching materials to be presented that can be digested by the students appropriately and meaningfully. Therefore, the material should be taught according to ability, students and environmental conditions that give meaning and benefits for students. With material that is felt appropriate and useful or helpful, students will conduct instructional activities more excited.
7)      Conducive environment
           The success of the learning process, largely determined by environmental factors. Effort to create an conducive environment for attainment of the objectives of learning and teaching is very important. Conducive environment is the environment that can support the learning process effectively.
8)      Learning tools that support
           The learning process will take place effectively if supported by good infrastructure. Learning tools that are directly related to the learning process is a tool of teaching. Teaching tool types vary from simple to the complex. In addition, there are other facilities such as laboratories, halls, sports fields, libraries. Considering the number of teaching tool, the teachers must choose which type of tool that really fit and support the teaching activities. To determine where the appropriate tools and support learning activities, it must see the goals, materials, methods and teaching situations.


BIBLIOGRAPY

DRS. TOHIRIN, M.S., M.Pd. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Baca Selengkapnya ...

Pengingat dan Penyemangat 1

- sulit sekali untuk bisa memperbaiki diri, bagi yang tak pernah berani jujur melihat kekurangan diri sendiri/alergi terhadap saran dan kritik

-ingat ILMU itu PUPUK Iman, PENUNTUN amal, bila bertambah hari tak nambah ilmu dan amal, berarti hari yang tidak barokah

- Bila diberi masukan , simak dengan sungguh-sungguh dan tulus, tak usah sibuk membela diri, sebaiknya fokuskan saja memperbaiki diri, dijamin beruntung

- Karunia itu nikmat, tapi yang lebuh nikmat adalah bersyukur atas karunia-karunia yang ada

- Hati akan mudah disentuh oleh hati yang bersih tulus ikhlas

- ayo kita berterimakasih atas sekecil apapun kebaikan orang, tapi jangan mengharap ucapan terimakasih atas sebesar apapun kebaikan kita (y)

- cara menasehati terbaik adalah menasehati dan memperbaiki diri dengan sungguh-sungguh, karena sibuk menasehati orang lain tapi lupa kepada diri, akan tumpul

- ayo kita pegang rumus JANGAN MEMPERSULIT DIRI juga JANGAN MEMPERSULIT ORANG LAIN, mudahkan sederhanakan
(nurie says: jadi inget kamut nie "GOD will help whoever help the others")

- Sahabatku, Hidup ini ada episode-episodenya, tak usah membanding-banding dengan yang lain, yang penting episode apapun kita jadikan pendekat ke Allah pasti untung

- "Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah" (Fushilat: 36)

- Yang menggenggam apapun yang kita inginkan hanya ALLAH, maka teruslah zikir dan doa, sambil sempurnakan ikhtiar (y)

- Senang mengingat kebaikan dan berusaha keras membalas kebaikan orang adalah amalan ahli syukur yang menambah karunia dan cinta ALLAH

- Fokus perbaiki diri dan lakukan saja yang terbaik, sesudah itu lupakan, jangan diingat-ingat dan disebut-sebut sama sekali cukuplah ALLAH yang menilai

-Sahabatku yang pemaaf, bila semua kejadian yang tak enak dimasukan dan disimpan dalam hati... kapan bahagianya hidup ini?

- Hidup ini pilihan, jadi orang tak baik, jadi orang setengah baik, atau jadi orang baik.?.. hanya kebaikan kunci ketenangan

(kata-kata di atas diambil/copas dari sms center AA Gym)
semoga bermanfaat :)
Baca Selengkapnya ...

guys..

zwani.com myspace graphic comments
Free Daisy Dances Cursors at www.totallyfreecursors.com