5 Jul 2013

puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa

 

wahh ngga kerasa ya bulan ramadhan sebentar lagi,, Alhamdulillah hanya tinggal beberapa hari lagi bulan ramadhan akan tiba, semoga kita semua masih dipertemukan dengan bulan ramadhan yang penuh ampunan ini dan dimudahkan dalam melaksanakan kebaikan.. aamiin..


ngomng*,, persiapan apa nie yang akan sobat lakukan untuk menyambut bulan penuh berkah nie???
wah pastinya sobat punya rencana atau tradisi yang sudah menjadi rutinitas dalam menyambut bulan ramadhan yaa??
mulai dari nyekar ke makam sebelum tiba bulan puasa, meminta maaf pada keluarga dan teman-teman, membeli perlengkapan shalat, mengusahakan sahur pertama yang istimewa, dan lain sebagainya yang tentunya berbeda-beda dalam hal ini,,  
tetapi tahukah sobat ada persiapan yg lebih penting dari semua rutinitas penyambutan tersebut,, apa hayooo??
nah, pada artikel kali saya akan berbagi pada sobat persiapan yang sangat penting tersebut, yaitu ILMU PUASA itu sendiri

Imam Ghazali berkata: “Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”
Kenapa harus tahu ilmunya? Karena kalau kita mengerjakan sesuatu tidak tahu ilmunya, maka pekerjaan kita tidak ada nilainya dan tidak diterima oleh Allah SWT. Dalam kitab Zubad karangan Ibn Ruslan dikatakan: wa kullu man bi ghairi ilmin ya’malu // a’maluhu mardudatun la tuqbalu. Setiap orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu // maka amalnya ditolak, tidak diterima. Itu namanya amal-amalan, bukan amal yang sesungguhnya. Jelas sekali, kan?


maka dari itu yuks kita sama-sama check tentang amalan puasa yang telah kita lakukan dengan ilmu puasa nie, temanya adalah fikih praktis puasa

sobat bisa baca fiqih puasa praktis (ilmu puasa yg nurie maksud) dalam bentuk file bentuk pdf, sobat bisa unduh di sini
atau sobat bisa liat unduh filenya langsung dari sumbernya di sini

Nurie juga akan berbagi Fiqih praktis puasa pada artikel ini, berikut isinya: 



Judul  : Fiqih Puasa Praktis
Penulis  : Buya Yahya
Editor  : Tim Pustaka Al-Bahjah
Lay Out  : Muhammad
Desain Cover  : Abdullah
Penerbit  : Pustaka AL-Bahjah
Cirebon, 081312131936
Cetakan II, Sya’ban 1433
FIQIH PUASA PRAKTIS
Di dalam mempelajari cara puasa ada beberapa hal terpenting yang harus kita hadirkan terlebih dahulu sebelum membahas permasalahan di seputar puasa :
1.  Definisi puasa
2.  Hal-hal yang membatalkan puasa
3.  Orang yang boleh  untuk tidak berpuasa
4.  Niat dalam berpuasa

A.      Definisi puasa

è Puasa menurut bahasa adalah menahan diri dari sesuatu baik dari makanan atau berbicara.
èMenurut bahasa arab orang menahan diri untuk tidak berbicara juga disebut berpuasa.
èAdapun puasa menurut agama adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya mulai dari terbitnya fajar sodiq (masuknya waktu subuh) hingga terbenam-nya matahari (masuknya waktu maghrib)

B.     Hal-hal yang membatalkan puasa

Jika kita perhatikan dari definisi puasa di  situ disebutkan hal-hal yang membatalkan puasa. Maka dari itu menjadi sesuatu yang amat penting dalam ilmu puasa adalah mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.

èHal-hal yang membatalkan puasa ada sembilan (9) yaitu :
1.   Memasukan sesuatu ke dalam salah satu lima (5) lubang, yaitu :
a.    Mulut
Hukum memasukkan sesuatu ke  lubang mulut adalah membatalkan puasa. Untuk memudahkan pemahaman kita maka hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut ini ada empat hukum yaitu :
1)   Membatalkan : Yaitu di  saat kita memasukkan sesuatu ke  dalam mulut kita dan kita menelannya dengan sengaja saat kita sadar bahwa kita sedang puasa.
Jadi yang menjadikannya batal adalah karena menelan dengan sengaja.  Maka dari itu jika ada orang memasukkan permen atau es krim ke  dalam mulutnya maka hal itu tidak membatalkan puasanya asalkan tidak ditelan.  
2)  Makruh (dilarang akan tetapi tidak dosa jika dilanggar) : Dihukumi makruh jika kita memasukan sesuatu ke  dalam mulut tanpa kita telan hanya untuk main-main saja. Contohnya ketika ada seseorang yang sedang berpuasa kemudian dia dengan sengaja memasukkan permen atau es krim ke  dalam mulutnya tanpa menelannya maka hukumnya makruh dan tidak membatalkan puasa dan jika tiba-tiba tanpa disengaja permen yang ada di  mulutnya tertelan maka batal, karena ia menelan dengan tidak sengaja yang disebabkan sesuatu yang tidak dianjurkan yaitu telah bermain-main dengan memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. 
3)  Mubah (boleh dilakukan  dan tidak dilarang) : Dihukumi mubah yaitu ketika seorang juru masak mencicipi masakannya dengan niat untuk membenahi rasa. Maka di  samping hal itu tidak membatalkan puasa hal yang demilkian itu juga bukan pekerjaan yang makruh. Akan tetapi hal itu boleh-boleh saja. Dalam hal ini bukan hanya juru masak saja yang diperkenankan akan tetapi juga siapapun yang lagi memasak. Akan tetapi dengan catatan tidak boleh ditelan.
4)  Sunnah (dianjurkan dan ada pahalanya) : Dihukumi sunnah yaitu ketika kita berkumur-kumur di dalam berwudhu. Maka di saat itu di samping tidak membatalkan puasa, berkumur dalam wudhu’  tetap disunnahkan biarpun dalam keadaan puasa dengan catatan tidak boleh ditelan. Bahkan jika tertelan sekalipun tanpa sengaja maka tidak membatalkan puasa. Dengan catatan ia berkumur-kumur dengan cara yang wajar saja dan tidak berlebihan.

Catatan masalah ludah
Di  dalam masalah ini ada hal yang perlu kita perhatikan yaitu masalah ludah. Ludah itu jika kita telan tidak membatalkan puasa kita dengan syarat :
ü  Ludah kita sendiri
ü  Tidak bercampur dengan sesuatu yang lainya
ü  Ludah masih berada di tempatnya (mulut)
Maka di  saat syarat-syarat di  atas terpenuhi maka jika ludah itu ditelan tidak membatalkan  puasa. Bahkan jika seandainya ada orang yang mengumpulkan ludah di  dalam mulutnya sendiri dan setelah terkumpul lalu ditelan maka hal itu tidak membatalkan puasa.
Akan tetapi menelan ludah akan membatalkan puasa jika salah satu syarat di  atas ada yang tidak terpenuhi, seperti karena dia menelan ludahnya orang lain, atau menelan ludah yang sudah bercampur dengan sesuatu seperti permen, es krim atau makanan yang masih tersisa di  dalam mulut kita atau menelan ludah yang sudah dikeluarkan dari mulutnya lalu di minum maka itu semua membatalkan puasa.
Catatan :
Masalah sisa makanan di dalam mulut. Sisa makanan di mulut maka ada dua macam:
Ø  Jika sisa makanan dimulut kemudian bercampur dengan ludah dengan sendirinya dan susah untuk dipisahkan maka jika ditelan tidak membatalkan puasa. Misalnya orang yang sahur lalu tidur dan tidak sempat kumur atau sikat gigi lalu menduga di  dalam mulutnya ada sisa–sisa makanan. Maka jika sisa makanan tersebut sudah tidak bisa lagi  dibedakan dengan ludah maka hal itu tidak membatalkan puasa jika ditelan.
Ø  Jika ada sisa makanan yang bisa dipisahkan dari ludah lalu bercampur dengan ludah dan bercampurnya karena dikunyah dengan sengaja atau digerak-gerakan agar bercampur kemudian ditelan, maka hal itu membatalkan puasa. Seperti sisa makanan dalam bentuk nasi atau biji-bijian yang bisa dibuang akan tetapi justru dikunyah lalu ditelan maka hal itu membatalkan puasa.
b.    Hidung
Memasukan sesuatu ke  dalam lubang hidung membatalkan puasa.  Adapun batasan dalam hidung adalah bagian yang jika kita memasukkan air akan terasa panas (tersengak) maka di  situlah batas dalam yang jika kita memasukkan sesuatu ke tempat tersebut akan membatalkan puasa yaitu hidung bagian atas yang mendekati mata kita. Adapun hidung di bagian bawah yang lubangnya biasa di jangkau jemari saat membuang kotoran hidung,  jika kita memasukkan sesuatu ke bagian tersebut hal itu tidak membatalkan puasa asal tidak sampai kebagian atas seperti yang telah kami jelaskan.
c.    Telinga
Menjadi batal jika kita memasukan sesuatu ke dalam telinga kita. Yang dimaksud dalam telinga adalah bagian dalam telinga yang tidak bisa dijangkau oleh jari kelingking kita saat kita membersihkan telinga. Jadi memasukkan sesuatu ke bagian yang masih bisa dijangkau oleh jari kelingking kita hal itu tidak membatalkan puasa baik yang kita masukkan itu adalah jari tangan kita atau yang lainya. Akan tetapi kalau kita memasukkan sesuatu melebihi dari bagian yang di jangkau jemari kita seperti korek kuping atau air maka hal itu akan membatalkan puasa.Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama. Dan ada pendapat yang berbeda ya-itu pendapat yang diambil oleh Imam Malik dan Imam Ghozali dari madzhab Syafi’i bahwa “Memasukan sesuatu ke  dalam telinga tidak membatalkan” akan tetapi lebih baik dan lebih aman jika tetap mengikuti pendapat kebanyakan para ulama yaitu pendapat yang mengatakan mema-sukkan sesuatu ke lubang telinga adalah membatalkan puasa.
d.    Jalan depan (alat buang air kecil)
Memasukan sesuatu ke  dalam lubang kemaluan adalah membatalkan puasa wa-laupun itu adalah sesuatu yang darurot seperti dalam pengobatan dengan mema-sukkan obat ke lubang kemaluan atau pipa untuk mengeluarkan cairan dari dalam bagi orang yang sakit. Termasuk memasukan jemari bagi seorang wanita adalah membatalkan puasa. Maka dari itu para wanita yang bersuci dari bekas buang air kecil harus hati-hati jangan sampai saat membersihkan sisa buang air kencing (beristinja) melakukan sesuatu yang membatalkan puasa.
Bagi wanita yang ingin beristinja hendaknya hanya membasuh bagian yang terbuka di saat ia jongkok saja dengan perut jemari dan tidak perlu memasukan jemari kebagian yang lebih dalam, karena hal itu akan membatalkan puasa. Lebih dari itu ditinjau dari sisi kesehatan justru tidak sehat kalau cara membersihkan kemaluan adalah dengan cara membersihkan bagian yang tidak terlihat di saat  jongkok sebab yang demikian itu justru akan membuka kema-luan untuk kemasukan kotoran dari luar.
e.  Jalan Belakang (alat buang air besar)
Memasukkan sesuatu ke  lubang belakang sama hukumnya seperti memasukkan sesuatu ke jalan depan. Artinya jika ada orang memasukkan sesuatu ke  lubang belakang biarpun dalam keadaan darurat dalam pengobatan adalah memba-talkan puasa termasuk memasukkan jemari saat istinja (bersuci dari bekas buang air besar). Maka cara yang benar dalam istinja adalah cukup dengan membersihkan bagian alat buang air besar dengan perut jemari tanpa harus memasukkan jemari kebagian dalam.
2.   Muntah dengan sengaja
Muntah dengan sengaja  akan  membatalkan puasa baik dilakukan dengan wajar atau tidak, baik dalam keadaan darurat atau tidak. Seperti dengan  sengaja mencari  bau yang busuk lalu diciumi hingga muntah atau memasukkan sesuatu ke  dalam mu-lutnya agar bisa muntah. 
Berbeda jika muntah yang terjadi karena tidak disengaja maka hal itu tidak membatalkan puasa kita dengan syarat :
ü  Kita tidak boleh menelan ludah yang ada di  mulut kita sehabis muntah sebe-lum kita mensucikan mulut kita terlebih dahulu dengan cara berkumur dengan air suci.  Jika  di  saat kita belum ber-kumur kemudian kita langsung me-nelan ludah kita maka puasa kita menjadi batal  sebab muntahan adalah najis  dan mulut kita telah menjadi najis karena muntahan sehingga ludah kita telah bercampur dengan najis yang jika ditelan akan membatalkan puasa karena yang ditelan bukan lagi ludah yang murni akan tetapi ludah yang najis. Jika ada orang menggosok-gosok gigi kemudian dia itu biasanya tidak muntah maka di  saat dia gosok gigi tiba-tiba muntah maka tidak batal, akan tetapi jika dia tahu kalau biasanya setiap menggosok gigi akan muntah maka hukum menggosok gigi yang semula tidak haram menjadi haram dan jika ternyata benar-benar muntah maka puasanya menjadi batal. Jika ada orang yang kemasukan lalat sampai melewati tenggorokannya ke-mudian dia berusaha untuk menge-luarkannya maka menjadi batal karena sama saja seperti muntah yang dise-ngaja. Berbeda dengan dahak, jika seseorang berdahak maka hal itu dima-afkan dan tidak membatalkan puasa akan tetapi dahak yang sudah keluar melewati tenggorokan tidak boleh dite-lan dan itu membatalkan puasa. Batas tenggorokan adalah tempat keluarnya huruf “HA” ( makhraj huruf ح).
3.   Bersenggama
Melakukan hubungan suami istri itu membatalkan puasa. Yang dimaksud bersenggama adalah jika seorang suami telah memasukkan semua bagian kepala kemaluanya ke  lubang kemaluan sang istri dengan sengaja dan sadar kalau dirinya lagi puasa maka  saat itu puasanya menjadi batal (dalam hal ini sama hubungan yang halal atau yang haram seperti zina atau melalui lubang dubur atau dengan binatang). Adapun bagi sang istri biarpun yang masuk belum semua bagian kepala kemaluan sang suami asal sudah ada yang masuk dan melewati batas yang terbuka saat jongkok maka saat itu puasa sang istri sudah batal. Dan batalnya bukan karena bersenggama tapi masuk dalam pembahasan batal karena masuknya sesuatu ke lubang kemaluan. Bagi suami yang membatalkan puasanya dengan bersenggama dengan istrinya dosanya amat besar dan dia harus mem-bayar karafat dengan syarat berikut ini :
a.  Dilakukan oleh orang yang wajib baginya berpuasa
b.  Dilakukan di siang bulan puasa
c.  Dia ingat kalau dia sedang puasa
d.  Tidak karena paksaan
e.  Mengetahui  keharomannya atau dia adalah bukan orang yang bodoh
f.  Berbuka karena bersenggama
Dan bagi orang tersebut dikenai hukuman :
1)    Mengqodho puasanya
2)    Membayar kafarat (denda)
Kafarat (denda) bersenggama di siang hari bulan ramadhan adalah:
a.  Memerdekakan budak
b.  Puasa selama dua bulan berturut-turut
c.  Memberikan makan kepada 60 fakir miskin dengan syarat makanan yang bisa digunakan untuk zakat fitrah. Denda yang harus dibayar salah satu saja dengan berurutan. Jika tidak mampu bayar A maka bayar B jika tidak mampu bayar C.
4.   Keluar mani dengan sengaja
Maksudnya adalah mengeluarkan mani dengan sengaja dengan mencari sebab keluarnya mani. Contohnnya : ketika ada orang yang tahu bahwa jika dia mencium istrinya atau dia dengan sengaja menyentuh kemaluannya dengan tangannya sendiri atau dengan tangan istrinya bakal keluar mani maka puasanya menjadi batal karena keluar mani tersebut dengan sengaja. Akan tetapi tidak menjadi batal jika seandainya keluar mani tanpa disengaja seperti bermimpi bersenggama dan di saat terbangun benar-benar menemukan air mani di celananya maka yang seperti itu tidak membatalkan puasa.
5.   Hilang akal
Hilang akal di bagi menjadi tiga bagian yaitu :
a.    Gila : Sengaja atau tidak disengaja gila itu membatalkan puasa walaupun sebentar.
b.    Mabuk dan Pingsan : 
Ø  Jika disengaja maka mabuk dan pingsan membatalkan puasa biar-pun sebentar. Seperti dengan sengaja mencium sesuatu yang ia tahu kalau ia menciumnya pasti mabuk atau pingsan.
Ø  Jika mabuk dan pingsannya adalah tidak disengaja maka akan mem-batalkan puasa jika terjadi seha-rian penuh. Tetapi jika dia masih merasakan sadar walau hanya se-bentar di siang hari maka pua-sanya tidak batal. Misal mabuk kendaraan atau mencium sesuatu yang ternyata menjadikannya ma-buk atau pingsan sementara ia ti-dak tahu kalau hal itu akan me-mabukkan atau menjadikannya pingsan. Maka orang tersebut tetap sah puasanya asalkan sempat tersadar di siang hari walaupun sebentar.
c.    Tidur : Tidak membatalkan puasa walaupun terjadi seharian penuh.
6.   Haid
Membatalkan puasa walaupun hanya sebentar sebelum waktu berbuka. Misal haid datang 2 menit sebelum masuk waktu maghrib maka puasanya menjadi batal  akan tetapi pahala berpuasanya tetap utuh.
7.   Melahirkan
Melahirkan adalah membatalkan puasa baik itu mengeluarkan bayi atau menge-luarkan  bakal bayi yang biasa disebut dengan keguguran. Misal seorang ibu hamil sedang berpuasa tiba-tiba melahirkan di siang hari saat berpuasa, maka puasanya menjadi batal.
8.   Nifas
Nifas juga membatalkan puasa. Misalnya ada orang melahirkan ternyata setelah  melahirkan tidak langsung keluar darah nifas. Karena ia mengira tidak ada nifas akhirnya ia berpuasa dan ternyata di saat ia lagi puasa darah nifasnya datang maka saat itu puasanya batal.
9.   Murtad.
Murtad atau keluar dari Islam membatalkan puasa. Misalnya ada orang lagi berpuasa tiba-tiba ia berkata bahwa ia tidak percaya kalau Nabi Muhammad adalah Nabi atau ada orang lagi berpuasa tiba-tiba menyembah berhala maka puasanya menjadi batal.


C.   ORANG–ORANG YANG BOLEH UNTUK TIDAK BERPUASA
1.   Anak kecil
Maksudnya adalah anak yang belum baligh. Baligh ada 3 tanda yaitu :
a.    Keluar mani (bagi anak laki-laki dan perempuan) pada usia 9 tahun hijriah.
b.    Keluar darah haid usia 9 tahun hijriah (bagi anak perempuan)
c.    Jika tidak keluar mani dan tidak haid maka di tunggu hingga umur 15 tahun. Dan jika sudah genap 15 tahun maka ia telah baligh dengan usia yaitu usia 15 tahun.
2.   Gila
Orang gila tidak wajib berpuasa bahkan seandainya berpuasa maka puasanya pun tidak sah. Namun dalam hal ini ulama membagi ada dua macam orang gila yaitu :
a.    Orang gila yang disengaja jika berpuasa maka puasanya tidak sah dan  wajib mengqodho’. Sebab sebenarnya ia wajib berpuasa  kemudian ia telah dengan sengaja membuat dirinya gila maka karena kesengajaan inilah ia wajib mengqodho’ pua-sanya setelah sehat akalnya.
b.    Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib berpuasa bahkan seandainya berpuasa maka puasanya tidak sah dan jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqodho’ karena gilanya bukan disengaja.
3.   Sakit
Orang sakit boleh meninggalkan puasa. Akan  tetapi di  sini ada ketentuan bagi orang sakit tersebut yaitu : Yaitu  Sakit parah  yang memberatkan untuk berpuasa yang berakibat semakin parahnya penyakit atau lambat kesembuhannya. Dan yang  bisa  menentukan ini adalah :
a.    Dokter muslim yang terpercaya.
b.    Berdasarakan pengalamannya sendiri.
Catatan :
Dalam hal ini tidak terbatas kepada orang sakit saja akan tetapi siapapun yang lagi berpuasa lalu menemukan dirinya lemah dan tidak mampu untuk berpuasa dengan kondisi yang membahayakan terhadap dirinya maka saat  itu pun dia boleh membatalkan puasanya. Akan tetapi ia hanya boleh makan dan minum seperlunya kemudian wajib menahan diri dari makan dan minum seperti layaknya orang berpuasa. Akan tetapi khusus orang seperti ini (bukan orang sakit).
4.   Orang tua
Orang tua (lanjut usia) yang berat untuk melakukan puasa diperkenankan untuk meninggalkan puasa. (dalam hal ini: tua yang dengan ketuaannya itu mempengaruhi fisiknya ketika berpuasa dan menjadikan ia berat untuk berpuasa.
5.   Bepergian (musafir)
Semua orang yang bepergian boleh meninggalkan puasa dengan ketentuan sebagai berikut ini :
a.    Tempat yang dituju dari tempat tinggalnya tidak kurang dari 84 km.
b.    Di pagi (saat subuh) hari yang ia ingin tidak berpuasa ia harus sudah berada di perjalanan dan keluar dari wilayah tempat tinggalnya (minimal batas kecamatan)
Misal seseorang tinggal di Cirebon ingin pergi ke Semarang. Antara Cirebon semarang    adalah 200 km (tidak kurang dari 84 km). Ia meninggalkan ci-rebon jam 2 malam (sabtu dini hari). Subuh hari itu adalah jam 4 pagi. Pada jam 4 pagi (saat subuh) ia sudah keluar dari Cirebon dan masuk Brebes. Maka di pagi hari sabtunya ia sudah boleh meninggalkan puasa. Berbeda jika berangkatnya ke semarang setelah masuk waktu subuh, sabtu pagi setelah masuk waktu subuh masih di Cirebon. Maka di pagi hari itu ia tidak boleh meninggalkan puasa karena sudah masuk subuh ia masih ada di rumah. Tetapi ia boleh meninggalkan puasa di hari ahadnya, karena di subuh hari ahad ia berada di luar wilayahnya.
Catatan
Seseorang dalam bepergian akan di hukumi mukim (bukan musafir lagi) jika ia niat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari. Misal orang yang pergi ke semarang tersebut dalam contoh saat di tegal ia sudah boleh berbuka dan setelah sampai di semarang juga tetap boleh berbuka asalkan ia tidak bermaksud tinggal di semarang lebih dari 4 hari.
Dan jika ia berniat tinggal di Semarang lebih dari 4 hari maka semenjak  ia sampai semarang ia sudah disebut mukim dan tidak boleh meninggalkan puasa dan juga tidak
boleh mengqosor sholat. Untuk di hukumi mukim tidak harus menunggu 4 hari seperti kesalah pahaman yang terjadi pada sebagian orang akan tetapi kapan ia sampai tempat tujuan yang ia niat akan tinggal lebih dari  4 hari ia sudah di sebut mukim.
6.   Hamil
Orang hamil yang khawatir akan kondisi :
a.  Dirinya, atau
b.  Janin (bayinya)
7.   Menyusui
Orang menyusui yang khawatir akan kondisi :
a.    Dirinya atau
b.    Kondisi bayi yang masih di bawah umur 2 tahun hijriyah
Bayi di  sini tidak harus bayinya sendiri akan tetapi bisa juga bayi orang lain.
8.   Haid
Wanita yang lagi haid tidak wajib berpuasa bahkan jika berpuasa puasanya pun tidak sah bahkan haram hukumnya.
9.   Nifas
Wanita yang lagi nifas tidak wajib berpuasa bahkan jika berpuasa puasanya pun tidak sah bahkan haram hukumnya.

Siapa yang wajib mengqodho atau membayar fidyah dari orang yang boleh meninggalkan puasa?
1.  Anak kecil
Anak  kecil  jika  sudah baligh  maka ia tidak wajib mengqodho dan  tidak wajib membayar fidyah  atas puasa yang ditinggalkannya.
2.  Orang Gila
a.    Gila yang disengaja wajib meng-qodho’  saja dan tidak wajib membayar fidyah.
b.    Gila yang tidak disengaja tidak wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah
3.  Orang sakit
a.    Sakit yang  masih ada harapan sembuh wajib mengqodho’ jika sembuh dan tidak wajib membayar fidyah.
b.    Sakit yang menurut keterangan dokter sudah tidak ada harapan sembuh maka ia tidak wajib meng-qodho’  akan tetapi hanya wajib membayar fidyah setiap hari yang ia tinggalkan dengan 1 mud atu 6,7 ons diberikan kepada fakir miskin dengan makanan Seperti beras.
4.  Orang tua
Orang tua disamakan dengan orang sakit yang tidak diharapkan  kesembuhannya. Karena orang tua tidak akan kembali muda. Maka baginya  tidak wajib mengqodho’ dan  hanya wajib membayar fidyah 1 mud atau 6,7 ons diberikan kepada fakir miskin.
5.  Orang musafir
Orang yang bepergian  hanya  wajib mengqodho saja dan tidak wajib membayar fidyah.
6.  dan 7. Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil dan menyusui ada tiga macam :
a.    Wajib  mengqodho’  saja jika dia khawatir akan dirinya sendiri
b.    Wajib  mengqodho’  saja jika dia khawatir akan dirinya sendiri sekaligus khawatir keadaan anak-nya
c.    Wajib mengqodho’ dan membayar fidyah jika dia khawatir akan keselamatan bayinya dan tidak khawatir akan dirinya sendiri.
8.  Wanita Haid
Wanita haid hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah.
9.  Wanita Nifas
Wanita Nifas hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah

TABEL MASALAH QODHO’ & FIDYAH
No
Orang yang boleh meninggalkan puasa
Qodho
  Fidyah

1
Anak kecil
x 
x
2
a.Gila yang tidak disengaja
b.Gila yang disengaja
x
x
x
3
a.Sakit yang ada harapan sembuh
b.Sakit yang tak ada harapan sembuh
x
x
4
Orang tua
x 
5
Orang Bepergian (musafir)
 
x
6,7
Orang Hamil dan Menyusui:
a.  Khawatir akan dirinya sendiri
b.  Khawatir akan dirinya dan bayinya
c.  Khawatir akan bayinya saja


x
x
8
Haid   
X
9
Nifas   
X

 Keterangan :  x artinya tidak wajib
√ artinya wajib

Orang Yang Wajib Berpuasa
Dari keterangan di atas bisa  disimpulkan bahwa selain orang yang boleh meninggalkan puasa maka mereka adalah orang-orang yang wajib berpuasa.

--bersambung--


Sumber:
Media Da’wah Online Buya Yahya :
-  Radio-QU 98,5 FM Cirebon
Web For Mobile (HP) :

Media Komunikasi Online :
YM :
FB :
-  Buya Yahya (Page)
-  Radioqu Cirebon

Lembaga Pengembangan Da’wah AL-Bahjah
Sekretariat : Jl. Pangeran Cakrabuana
Blok Gudang Air No. 179 –  Kel. Sendang
– Kec. Sumber – Kab. Cirebon 45611
CP : 081 324 415 282 / 081 615 670 212
Baca Selengkapnya ...

guys..

zwani.com myspace graphic comments
Free Daisy Dances Cursors at www.totallyfreecursors.com